Translate

Jumat, 09 Maret 2018

Lagu Rindu


Kepadamu edelweiss yang layu di taman hatiku
Kepadamu kuntum kuntum bunga yang kering menguning di istana jiwaku
Lihatlah aku, begitu dangkalnya telaga hidupku

Wahai....
Betapa rapuhnya aku, yang merintih lelah dalam kegamangan, hingga memanggang lidahku tuk mengucapkan asa yang ( ternyata ) sia sia
Dan kemudian aku pun menjadi tak berdaya...

Oh hati yang sepi...
Oh jiwa yang lengang...
Ternyata yang abadi itu tidaklah abadi, yang suci itu tidaklah suci
Aku ingin menjauh, namun aku tak bisa lari ( tidak dari takdirku ).
Hingga aku pun merentangkan tangan, menerima yang hakikatnya tak ingin ku terima.
RABBANAA AATINAA MIN LADUNKA RAHMATAN,
WA HAYYI' LANAA MIN AMRINAA RASADAA...
" Ya Tuhan kami,
limpahkanlah rahmat kepada kami dari sisiMu,
dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami..."
( Q.S Al-Kahfi: 10)
Oh Tuhanku...
Ini aku yang tak pernah menyebut namaMu dalam setiap nafasku...

Oh Tuhanku...
Ini aku yang tak pernah mengingat Mu dalam hari hariku
Lihatlah, lihatlah, kini aku memanggil dan menyeru namaMu, sembari menunggu jawaban di dalam ketidak berdayaanku...

Oh Tuhanku....
*** Gubuk Perenungan ***
(08 Mei 2012)

Jumat, 28 November 2014

Nyanyian Jiwa

Asmara hilang
Rindu dendam
Luka...
Lara...
Nestapa...
Irama hidup yang sepi tumbuh, hilang, dan berganti...

Nyinyir...
Merana...
Berdarah...
Semedi di usik mimpi masa silam
Dalam damai yang menyiksa, sengsara....

***** Sungai Rengas *****

06 September 1996

Kembali Ke Tiada

Waktu aku bangkit,
melihat dan menatap hari yang dingin
Aku tak tahu...
Apakah hari ini akan menjadi milikku?
Atau seperti biasa, berlalu begitu saja...

Akan kemanakah aku hari ini...?
Dan, hari yang kosong memantapkan kecemasanku
Ibarat kereta kereta pedati yang bingung, hanyut dalam keterasingan yang riuh rendah
Kemudian alpa dan tak kemana mana...

Ah...
Hidup ini membosankan
Setiap hari di paksa menelan aturan dan hukum hukum yang dibuat untuk menghukum diri sendiri...

Hidup ini hampa
Dan aku tergeletak tak berdaya
Memandang gejolak yang seperti musik musik orkestra, dengan menyanyikan lagu lagu cinta yang gagal, yang alpa dan lalai...

Barangkali benar
Bahwa aku harus kembali ke tiada
Menikmati angan angan, meski pun sepi, tapi setidak tidaknya dalam tiada aku bisa menjadi diri sendiri...

Waktu aku bangkit
Ada dari sebuah ketiadaan yang hakiki
Maka, aku adalah kebimbangan yang belajar untuk mengatakan "ya atau tidak"
Dan kemudian mencoba menangkap maknanya
Makna yang terkandung di balik detik yang menapak...

Dalam ada aku merasa hampa
Dalam hampa aku tak merasakan apa apa
Barangkali benar; bahwa aku harus kembali ke tiada
Lenyap...
Kembali tiada dalam ketiadaan yang hakiki...

Muara Bungo

07 Juni 1996 

Rabu, 26 November 2014

Beberapa Tahun Yang Lalu


Saudara-saudaraku...
Beribu-ribu teriak kesakitan pernah ku kumandangkan pagi ini di beberapa tahun yang lalu.
Beribu gelora yang meneriakkan kesakitan, keperihan, kemarahan, dan kebingungan.
“Kenapa harus aku...?

Saudara-saudaraku...
Pagi ini di beberapa tahun yang lalu, saat ku rasakan luka dalam kungkungan dan deraan siksa penjara. Pahit, pedih dan perih...
"Apa salahku...?"

Catatan:
Puisi ini ku tulis pada tanggal 01 Februari 2012 untuk mengenang fitnah yang mengantarkan aku ke penjara beberapa tahun sebelumnya (01/02/2002).
Fitnah yang mengantarkanku kepada siksaan fisik dan batin yang luarbiasa.
Fitnah yang membuatku kehilangan sebagian hari-hariku.
Fitnah yang membuat harga diri dan hak azaziku terampas.
Meski akhirnya dibebaskan karena ketiadaan bukti, tapi rasa sakitnya masih terasa hingga kini.


Sebatas Mimpi


Sebait kata dalam diam
Membentuk senandung senandung darah jiwa, mengucurkan perih dalam seribu abstrak asa
Sepi malam...
Di ujung lidah menyapu rasa asin dan pahit
Kehidupan membakar nadi atau detak masa, mengantar cita pada ruang hampa
Kemudian diam...

Karena hidup adalah mimpi mimpi
Yang mengguyur abad dalam semu yang dramatis
Maka pandanglah ia dari lepas cakrawala
Tatap dan resapi senandungnya yang lirih Yang mengalun bagai ombak laut menghempas pantai...

Dari langit jauh, kesunyian mengalun pelan
Sukma meregang, nasib tak mengubah apa pun 
 Tidak juga kehidupan, kecuali secuil kenangan
Dan itu pun tak lebih dari mimpi yang akan melahirkan mimpi mimpi berikutnya...
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar’Ra’d: 11)

Gubuk Perenungan, 09 Desember 1997

Senin, 05 Oktober 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-IX ( Penutup )

" I'M BACK HOME "


15 hari dirumah.
Dini hari...
Ini rumahku, banyak hal yang berubah, ini murni tentang perasaanku sendiri, ada kelegaan setelah sebagian beban tertumpah disana.
Tapi, ini kehidupan nyata, bukan mimpi, adakah ini akan berarti nantinya...?

Malam makin merapatkan dingin keseluruh pori-pori, dan, dinginnya ini mengantarku untuk mengingat suasana yang kita rasakan dahulu (kala dingin malam mengurung kita dipondok itu).
Kenangan demi kenangan melintas kembali dalam pikiranku, menjelma menjadi pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu kujawab.
Dimana kamu kini...?
Sekarang sedang apa...?
Dan, masihkah membekas dalam ingatanmu, padaku, pada sebuah tempat ditengah hutan, yang dulu pernah engkau katakan akan selalu merinduinya...?

Hmmm, kuharap masih...
Karena aku selalu mengingatnya, juga merindui saat-saat itu tentunya, pada hari-hari yang kita lewati bersama...
Engkau tahu...?
Aku akan menunggumu disini,berharap suatu waktu engkau kembali ( Sebagaimana do'amu dulu ).

Ah, malam kian larut menua, rasa kantuk pun mulai menyerang mataku.
Aku harus segera tidur, sayang!!!....
Semoga mimpi membawaku kepadamu malam ini.
" Selamat malam...."
Rasanya aku telah menjadi pribadi yang berbeda kini, insya Allah...

Minggu, 20 September 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-VIII

" HARI TERAKHIRKU "


30 hari tanpamu.
Apa yang paling berarti dari semua ini, dari hari-hari yang kuhabiskan disini...?
Saat-saat indah ketika bersamamu, atau bangkitnya kesadaran akan hakikat kehambaanku dihadapanNya (termasuk tentang takdirNya) yang kini menyelinap dalam pikiranku...?

Sejuta kenangan pernah tercatat disini, tertuang direrumputan, pada hutan perdu (yang tumbuh disekeliling pondok), pada sungai yang mengalir jernih dibawah sana, dan pada semua yang ada disini...

Mengingatmu...
Memaksaku menggiring pikiran kesebulan yang lalu, saat kuharus melepas kepergianmu.
Ah, ada semacam kerinduan yang terus menggelora, mengakar dalam setiap helaan napasku, merongrong disetiap denyut nadiku, dan (rasanya) tak mungkin akan hilang begitu saja...

Cinta ini...
Harapan ini,
atau
kecemasan...
Ah...
Itu menyiksaku kini...

Aku tak tahu, seberapa besarnya kerinduanku kepada tempat ini nantinya, tapi yang pasti, aku harus pergi sekarang, sebelum senja kian mendekat....
" Goodbye..."

(Gubuk Perenungan)

**
Tentang hari terakhirku digubuk perenungan...